Sejarah Singkat Pertempuran Surabaya 10 november 1945
Rakyat Indonesia larut dalam euforia kebahagian kemerdekaan sehabis dibacakan serta disebarkannya fakta proklamasi kemerdekaan republik Indonesia ke seluruh wilayah di Indonesia pada 17 Agustus 1945. Mereka tidak menyadari bahwa bepergian republik itu masih panjang serta terjal. Soekarno serta Hatta menyadari bahwa Belanda serta sekutu yang berhasil mengalahkan Jepang dalam perang Asia Timur Raya akan kembali menduduki Indonesia.
Sekutu yang tergabung atas banyak sekali negara Eropa dan Amerika membuatkan tugas setelah berhasil menduduki Jepang. Amerika Serikat bertugas mengamankan Jepang, sedangkan untuk wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia diserahkan pada Inggris. Belanda dalam hal ini NICA berusaha ambil bagian dalam mengamankan Asia Tenggara khususnya Indonesia.
Belanda yang turut ikut menggunakan Inggris dalam misi mengamankan Asia Tenggara masih berniat untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia, seperti sebelum terlibat perang global II serta dipukul mundur dari Indonesia oleh pasukan Jepang pada tahun 1942. Ditambah lagi hasil perjanjian Postdam yang dibuat Amerika Serikat, Perancis dan Inggris yang menjelaskan bahwa negara – negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Sekutu diberi hak buat memperoleh balik wilayah jajahannya. Dengan istilah lain Belanda dapat dengan legal menjajah Indonesia pulang.
Hal ini benar-benar sangat bertentangan menggunakan output perjanjian Chequers dalam 14 Agusuts 1941 yg diusung oleh Presiden Amerika Serikat Roosevelt serta Perdana Menteri Inggris Churchill, yg melahirkan Atlantic Charter. Isi menurut Atlantic Charter yaitu kemerdekaan adalah hak segala bangsa serta mewujudkan perdamaian global. Sungguh ironis, justru pihak sekutu dan Belanda khususnya ingin pulang menjajah Indonesia dan membunuh ribuan rakyat Indonesia dalam serangan militernya.
Pada lepas 30 Oktober pasukan Inggris berkebangsaan India (Gurkha) berhasil mendarat di Jakarta dibawah pimpinan Mountbatten, lalu disusul pada wilayah Semarang dalam 20 Oktober, pada Surabaya dalam 25 Oktober, di Medan dalam 10 Oktober serta di Palembang dalam 25 Oktober. Pada awalnya sekutu khususnya Inggris membatasi tindakan – tindakan pasukannya buat tidak terlalu jauh melakukan peperangan seperti yg diharapkan NICA. Pihak Inggris hanya melakukan pelucutan senjata – senjata pasukan Jepang dan membebaskan tawanan – tawanan perang Jepang. Namun di beberapa kota seperti di Jakarta serdadu NICA selalu melakukan provokasi dan tindakan kekerasan terhadap masyarakat Indonesia.
Bahkan Jenderal Sir Philip Christison yg berada di Singapura mengeluarkan perintah pada pasukannya buat tidak mencopot pemimpin republik Indonesia misalnya Soekarno serta Hatta. Sebaliknya Christiton meminta pada pemimpin republik dan pemimpin partai buat menyambut pasukan Inggris menggunakan baik serta bekerja sama pada melucuti senjata Jepang serta membebaskan tawanan perang.
Namun tindakan kekerasan yg dilakukan pasukan NICA pada warga Indonesia semakin menambah pertarungan antara warga Indonesia menjadi meluas. Di Pekalongan rakyat Indonesia dibantai sang polisi militer Jepang yg masih berkuasa. Rentetan perisitiwa memilukan ini semakin menambah kemarahan warga terhadap kaum penjajah.
Perjuangan rakyat Surabaya boleh dikatakan adalah usaha total. Banyak sekali rentetan insiden yang saling sambung-menyambung membangun mata rantai yang tiada putus dalam usaha mereka. Awal mulanya adalah insiden Insiden Bendera di Hotel Yamato pada Rabu wage, 19 September 1945. Saat itu adalah masa kehadiran sekutu serta Belanda yg tergabung dalam Mastiff Carbolic, merupakan keliru satu organisasi Anglo Dutch Country Saction (ADCS) yang berkiprah pada bidang spionase. Dengan memakai kedok Petugas/Organisasi Palang Merah Internasional (PMI) Belanda serta sekutu beroperasi di Surabaya dan mengunjungi Markas Besar Tentara Jepang yang berkedudukan di Surabaya. Pada saat yang sama bendera Belanda dikibarkan pada sebelah kanan (Utara) Gapura Hotel Yamato oleh beberapa anggota dari Komite Kontak Sosial.
Hal ini tentu mengundang kemarahan dari para pejuang serta rakyat Surabaya. Sebab secara nir pribadi mereka akan merebut kembali bangsa Indonesia dan ingin mendirikan pemerintahan kolonial Belanda. Resimen Sudirman akhirnya turun tangan. Beliau mendatangi sekutu dan meminta buat menurunkan bendera itu. Hal ini tidak diindahkan malah Sudirman ditodong dengan pistol revolver sang salah seorang Belanda. Tentu hal ini semakin memanaskan suasana terutama buat rakyat Surabaya. Sehingga muncullah perkelahian massal yang tidak seimbang antara 20 orang sekutu/Belanda berhadapan menggunakan massa – warga /pemuda Surabaya yg berasal menurut Genteng, Embong Malang, Praban serta sekitarnya. Buntut menurut perkelahian ini adalah disobeknya bendera berwarna biru sang pemuda Surabaya. Meskipun rakyat Surabaya kehilangan 4 pahlawan yaitu Sidik, Mulyadi, Hariono, dan Mulyono yg gugur sebagai kusuma bangsa.
Pasca Insiden 19 September 1945 itu, semangat warga Surabaya buat mempertahankan NKRI semakin menjadi-jadi. Hal ini dibuktikan menggunakan penyerbuan pada gedung Kenpetai pada lepas 2 Oktober 1945. Gedung Kenpetai adalah tempat penyiksaan para pejuang rakyat Surabaya. Ditempat itulah para pejuang serta rakyat Surabaya disiksa habis-habisan sang tentara Jepang. Hal inilah yg berakibat motif penyerbuan dalam gedung Kenpetai. Dan tepat dalam 2 Oktober 1945 masyarakat Surabaya menggunakan gagah berani mengepung Gedung Kenpetai dan terjadilah pertempuran yg berakhir dalam pukul 16.00 sesudah para pejuang melihat Bendera Jepang Hinomaru diturunkan sendiri sang Takahara, komandan Kenpetai. Dari pertempuran ini rakyat Surabaya berhasil melucuti sejumlah lebih kurang 22.887 senjata. Belum termasuk perangkat persenjataan dari Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Adapun prestasi lain merupakan direbutnya gedung Kenpetai oleh rakyat Surabaya yg merupakan bukti kemenangan besar .
Sampai disini perlawanan rakyat Surabaya masih belum berakhir. Bangsa Belanda ternyata masih menapakkan kakinya di bumi Surabaya. Tentu hal ini semakin memanaskan api kebencian warga . Sehingga perlawanan pun terus dilakukan walaupun nyawa taruhannya. Dan dalam 30 Oktober 1945 sebuah peristiwa akbar terjadi yaitu terbunuhnya Brig. Jend. Mallaby di dekat Jembatan Merah. Peristiwa ini tentu nir terjadi begitu saja. Ada kronologis peristiwa yg saling berantai.
Diawali menggunakan diadakannya rendezvous antara Presiden Sukarno, Wapres Moh. Hatta, Menpen Amir Syarifuddin, Gubernur Soerjo, residen Soedirman dengan Mayjen D.C. Hawthorn, pimpinan tentara Sekutu di Jakarta dalam 30 Oktober 1945. Salah satu hasil pertemuan itu merupakan dibentuknya Kontak Komisi, yg dibutuhkan dapat mempermudah interaksi ke 2 belah pihak juga disetujui agar tembak-menembak antar ke 2 belah pihak dihentikan. Tetapi faktanya tembak-menembak terus berlangsung. Sehingga diputuskan supaya para anggota Kontak Komisi turun ke lapangan antara lain menggunakan mengunjungi daerah Jembatan Merah. Disitu terletak gedung Internatio, yg merupakan markas Pasukan Komandan Brigade ke-49 Inggris, yang bertugas di Surabaya.
Sampai pada Jembatan merah ternyata gencatan senjata terjadi. Hal ini karena arek-arek Surabaya sudah menanti anggota Kontak Komisi yg antara lain merupakan Brig. Jend. Mallaby. Tepat sekitar pukul 20.30 kendaraan beroda empat yg ditumpangi Brig. Jend. Mallaby meletus dan Mallaby pun tewas. Peristiwa ini tentu saja semakin menciptakan masyarakat Surabaya optimis bahwa mereka akan menang. Namun buat Sekutu hal ini adalah pukulan luar biasa. Sebab harga diri mereka semakin terinjak-injak. Sehingga melihat hal ini, Mayjen E.C. Mansergh, panglima tentara Sekutu pada Jawa Timur pengganti Brig. Jend. Mallaby mengeluarkan sebuah ultimatum dalam 9 November 1945 agar pihak Indonesia di Surabaya meletakkan senjata selambat-lambatnya jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
Namun Ultimatum itu ditolak oleh bangsa Indonesia. Sehingga dalam pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara Inggris menggempur kota Surabaya menurut darat, bahari, dan udara menggunakan menggunakan kapal perang, pesawat udara, serta pasukan yang berkecimpung berdasarkan Tanjung Perak menuju tengah kota. Para pejuang Indonesia mengambil siasat mengundurkan diri berdasarkan pada kota Surabaya dan memilih meneruskan usaha dari luar kota.
Intulah sederetan kronologis historis yg mengilhami lahirnya Hari Pahlawan yg diperingati setiap 10 November. Dari insiden ini sesungguhnya banyak makna yang sanggup kita petik serta kita tanamakan dalam kehidupan saat ini. Kegigihan perjuangan serta pengorbanan yang nrimo merupakan sebuah contoh yg sanggup kita jadikan surat keterangan buat kehidupan berbangsa. Ditengah carut-marutnya tatanan negri dan semakin hilangnya semangat usaha, kita buka pulang pintu kesadaran tinggi buat berjuang menata negri menurut ke-chaos-an menuju tatanan kosmik yang teratur, tertata, serta terarah. Perjuangan yg lapang dada tulus, tanpa poly tuntutan serta kepentingan, itulah yang sangat diharapkan saat ini. Belajarlah menurut para pahlawan kusuma bangsa yg senantiasa lapang dada menggunakan segenap jiwa raga membela tanah air. Mereka nir memandang kepetingan golongan, tidak mengaharapkan imbalan, serta tidak poly menunutut. Perjuangan mereka semata-mata demi kehormatan bangsa dan demi permanen tegaknya NKRI. Semoga momentum Hari Pahlawan kali ini benar-benar membawa angin segar buat para penerus bangsa.
Sekutu yang tergabung atas banyak sekali negara Eropa dan Amerika membuatkan tugas setelah berhasil menduduki Jepang. Amerika Serikat bertugas mengamankan Jepang, sedangkan untuk wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia diserahkan pada Inggris. Belanda dalam hal ini NICA berusaha ambil bagian dalam mengamankan Asia Tenggara khususnya Indonesia.
Belanda yang turut ikut menggunakan Inggris dalam misi mengamankan Asia Tenggara masih berniat untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia, seperti sebelum terlibat perang global II serta dipukul mundur dari Indonesia oleh pasukan Jepang pada tahun 1942. Ditambah lagi hasil perjanjian Postdam yang dibuat Amerika Serikat, Perancis dan Inggris yang menjelaskan bahwa negara – negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Sekutu diberi hak buat memperoleh balik wilayah jajahannya. Dengan istilah lain Belanda dapat dengan legal menjajah Indonesia pulang.
Hal ini benar-benar sangat bertentangan menggunakan output perjanjian Chequers dalam 14 Agusuts 1941 yg diusung oleh Presiden Amerika Serikat Roosevelt serta Perdana Menteri Inggris Churchill, yg melahirkan Atlantic Charter. Isi menurut Atlantic Charter yaitu kemerdekaan adalah hak segala bangsa serta mewujudkan perdamaian global. Sungguh ironis, justru pihak sekutu dan Belanda khususnya ingin pulang menjajah Indonesia dan membunuh ribuan rakyat Indonesia dalam serangan militernya.
Pada lepas 30 Oktober pasukan Inggris berkebangsaan India (Gurkha) berhasil mendarat di Jakarta dibawah pimpinan Mountbatten, lalu disusul pada wilayah Semarang dalam 20 Oktober, pada Surabaya dalam 25 Oktober, di Medan dalam 10 Oktober serta di Palembang dalam 25 Oktober. Pada awalnya sekutu khususnya Inggris membatasi tindakan – tindakan pasukannya buat tidak terlalu jauh melakukan peperangan seperti yg diharapkan NICA. Pihak Inggris hanya melakukan pelucutan senjata – senjata pasukan Jepang dan membebaskan tawanan – tawanan perang Jepang. Namun di beberapa kota seperti di Jakarta serdadu NICA selalu melakukan provokasi dan tindakan kekerasan terhadap masyarakat Indonesia.
Bahkan Jenderal Sir Philip Christison yg berada di Singapura mengeluarkan perintah pada pasukannya buat tidak mencopot pemimpin republik Indonesia misalnya Soekarno serta Hatta. Sebaliknya Christiton meminta pada pemimpin republik dan pemimpin partai buat menyambut pasukan Inggris menggunakan baik serta bekerja sama pada melucuti senjata Jepang serta membebaskan tawanan perang.
Namun tindakan kekerasan yg dilakukan pasukan NICA pada warga Indonesia semakin menambah pertarungan antara warga Indonesia menjadi meluas. Di Pekalongan rakyat Indonesia dibantai sang polisi militer Jepang yg masih berkuasa. Rentetan perisitiwa memilukan ini semakin menambah kemarahan warga terhadap kaum penjajah.
Pertempuran Surabaya 10 november 1945
Tanggal 10 November merupakan tanggal bersejarah untuk bangsa dan rakyat Indonesia. Sebab peristiwa 10 November merupakan insiden agung dimana diabadikan sebagai Hari Pahlawan sang bangsa Indonesia. Hal ini memanglah pantas mengingat kegigihan perjuangan rakyat Surabaya melawan Sekutu yang mencoba menapakkan kakinya balik , ingin merebut bangsa ini. Padahal bangsa Indonesia ketika itu telah memproklamasikan kemerdekaannya. Disaat itulah perjuangan rakyat Surabaya dengan segenap jiwa, raga, harta, darah, dan nyawa, ditumpahkan demi tegaknya NKRI.Perjuangan rakyat Surabaya boleh dikatakan adalah usaha total. Banyak sekali rentetan insiden yang saling sambung-menyambung membangun mata rantai yang tiada putus dalam usaha mereka. Awal mulanya adalah insiden Insiden Bendera di Hotel Yamato pada Rabu wage, 19 September 1945. Saat itu adalah masa kehadiran sekutu serta Belanda yg tergabung dalam Mastiff Carbolic, merupakan keliru satu organisasi Anglo Dutch Country Saction (ADCS) yang berkiprah pada bidang spionase. Dengan memakai kedok Petugas/Organisasi Palang Merah Internasional (PMI) Belanda serta sekutu beroperasi di Surabaya dan mengunjungi Markas Besar Tentara Jepang yang berkedudukan di Surabaya. Pada saat yang sama bendera Belanda dikibarkan pada sebelah kanan (Utara) Gapura Hotel Yamato oleh beberapa anggota dari Komite Kontak Sosial.
Hal ini tentu mengundang kemarahan dari para pejuang serta rakyat Surabaya. Sebab secara nir pribadi mereka akan merebut kembali bangsa Indonesia dan ingin mendirikan pemerintahan kolonial Belanda. Resimen Sudirman akhirnya turun tangan. Beliau mendatangi sekutu dan meminta buat menurunkan bendera itu. Hal ini tidak diindahkan malah Sudirman ditodong dengan pistol revolver sang salah seorang Belanda. Tentu hal ini semakin memanaskan suasana terutama buat rakyat Surabaya. Sehingga muncullah perkelahian massal yang tidak seimbang antara 20 orang sekutu/Belanda berhadapan menggunakan massa – warga /pemuda Surabaya yg berasal menurut Genteng, Embong Malang, Praban serta sekitarnya. Buntut menurut perkelahian ini adalah disobeknya bendera berwarna biru sang pemuda Surabaya. Meskipun rakyat Surabaya kehilangan 4 pahlawan yaitu Sidik, Mulyadi, Hariono, dan Mulyono yg gugur sebagai kusuma bangsa.
Pasca Insiden 19 September 1945 itu, semangat warga Surabaya buat mempertahankan NKRI semakin menjadi-jadi. Hal ini dibuktikan menggunakan penyerbuan pada gedung Kenpetai pada lepas 2 Oktober 1945. Gedung Kenpetai adalah tempat penyiksaan para pejuang rakyat Surabaya. Ditempat itulah para pejuang serta rakyat Surabaya disiksa habis-habisan sang tentara Jepang. Hal inilah yg berakibat motif penyerbuan dalam gedung Kenpetai. Dan tepat dalam 2 Oktober 1945 masyarakat Surabaya menggunakan gagah berani mengepung Gedung Kenpetai dan terjadilah pertempuran yg berakhir dalam pukul 16.00 sesudah para pejuang melihat Bendera Jepang Hinomaru diturunkan sendiri sang Takahara, komandan Kenpetai. Dari pertempuran ini rakyat Surabaya berhasil melucuti sejumlah lebih kurang 22.887 senjata. Belum termasuk perangkat persenjataan dari Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Adapun prestasi lain merupakan direbutnya gedung Kenpetai oleh rakyat Surabaya yg merupakan bukti kemenangan besar .
Sampai disini perlawanan rakyat Surabaya masih belum berakhir. Bangsa Belanda ternyata masih menapakkan kakinya di bumi Surabaya. Tentu hal ini semakin memanaskan api kebencian warga . Sehingga perlawanan pun terus dilakukan walaupun nyawa taruhannya. Dan dalam 30 Oktober 1945 sebuah peristiwa akbar terjadi yaitu terbunuhnya Brig. Jend. Mallaby di dekat Jembatan Merah. Peristiwa ini tentu nir terjadi begitu saja. Ada kronologis peristiwa yg saling berantai.
Diawali menggunakan diadakannya rendezvous antara Presiden Sukarno, Wapres Moh. Hatta, Menpen Amir Syarifuddin, Gubernur Soerjo, residen Soedirman dengan Mayjen D.C. Hawthorn, pimpinan tentara Sekutu di Jakarta dalam 30 Oktober 1945. Salah satu hasil pertemuan itu merupakan dibentuknya Kontak Komisi, yg dibutuhkan dapat mempermudah interaksi ke 2 belah pihak juga disetujui agar tembak-menembak antar ke 2 belah pihak dihentikan. Tetapi faktanya tembak-menembak terus berlangsung. Sehingga diputuskan supaya para anggota Kontak Komisi turun ke lapangan antara lain menggunakan mengunjungi daerah Jembatan Merah. Disitu terletak gedung Internatio, yg merupakan markas Pasukan Komandan Brigade ke-49 Inggris, yang bertugas di Surabaya.
Sampai pada Jembatan merah ternyata gencatan senjata terjadi. Hal ini karena arek-arek Surabaya sudah menanti anggota Kontak Komisi yg antara lain merupakan Brig. Jend. Mallaby. Tepat sekitar pukul 20.30 kendaraan beroda empat yg ditumpangi Brig. Jend. Mallaby meletus dan Mallaby pun tewas. Peristiwa ini tentu saja semakin menciptakan masyarakat Surabaya optimis bahwa mereka akan menang. Namun buat Sekutu hal ini adalah pukulan luar biasa. Sebab harga diri mereka semakin terinjak-injak. Sehingga melihat hal ini, Mayjen E.C. Mansergh, panglima tentara Sekutu pada Jawa Timur pengganti Brig. Jend. Mallaby mengeluarkan sebuah ultimatum dalam 9 November 1945 agar pihak Indonesia di Surabaya meletakkan senjata selambat-lambatnya jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
Namun Ultimatum itu ditolak oleh bangsa Indonesia. Sehingga dalam pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara Inggris menggempur kota Surabaya menurut darat, bahari, dan udara menggunakan menggunakan kapal perang, pesawat udara, serta pasukan yang berkecimpung berdasarkan Tanjung Perak menuju tengah kota. Para pejuang Indonesia mengambil siasat mengundurkan diri berdasarkan pada kota Surabaya dan memilih meneruskan usaha dari luar kota.
Intulah sederetan kronologis historis yg mengilhami lahirnya Hari Pahlawan yg diperingati setiap 10 November. Dari insiden ini sesungguhnya banyak makna yang sanggup kita petik serta kita tanamakan dalam kehidupan saat ini. Kegigihan perjuangan serta pengorbanan yang nrimo merupakan sebuah contoh yg sanggup kita jadikan surat keterangan buat kehidupan berbangsa. Ditengah carut-marutnya tatanan negri dan semakin hilangnya semangat usaha, kita buka pulang pintu kesadaran tinggi buat berjuang menata negri menurut ke-chaos-an menuju tatanan kosmik yang teratur, tertata, serta terarah. Perjuangan yg lapang dada tulus, tanpa poly tuntutan serta kepentingan, itulah yang sangat diharapkan saat ini. Belajarlah menurut para pahlawan kusuma bangsa yg senantiasa lapang dada menggunakan segenap jiwa raga membela tanah air. Mereka nir memandang kepetingan golongan, tidak mengaharapkan imbalan, serta tidak poly menunutut. Perjuangan mereka semata-mata demi kehormatan bangsa dan demi permanen tegaknya NKRI. Semoga momentum Hari Pahlawan kali ini benar-benar membawa angin segar buat para penerus bangsa.