TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik Indonesia, maka dari teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu :
a. Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat menurut fenomena politik yg memperlihatkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang menguasai kehidupan masyarakat negaranya.
Legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang artikulatif dipahami menjadi legitimasi politik. Proses tarik menarik kepentingan antara pihak yang berkuasa yg terwujud dalam keputusan politik dipercaya sudah mempunyai legitimasi politik.
b. Legitimasi Yuridis
Pembenaran menurut sudut yuridis (aturan) terlihat dari adanya dasar hukum yg jelas atas eksistensi suatu negara.
Dasar aturan berdasarkan eksistensi negara Repubik Indonesia merupakan proklamasi kemerdekaan. Apabila dipandang berdasarkan Teori Kontrak maka proklamasi adalah Unilateral Contract yang mendapat pengakuan berdasarkan global internasional. Karena telah menerima pengkuan dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional yg memiliki hak dan kewajiban eksklusif sebagai anggota masyarakat hukum internasional.
Keberadaan konstitusi negara yaitu UUD 1945 menegaskan dasar yuridis keberadaan ketatanegaraan sebagai komunitas politik yg berdikari, nir berada pada bawah kedaulatan negara lain dan sanggup mempertahankan kemerdekaan secara politis serta sosiologis. Selain itu, eksistensi unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik Indonesia.
c. Legitimasi Etis-Filosofis
Dasar keabsahan negara secara etis bisa ditinjau dari pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan moral yg tertinggi buat mewujudkan harapan tertinggi menurut insan dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara.
Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan kewenangan kekuasaan politik menurut segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil yang ada pada rakyat, bukan juga atas dasar ketentuan aturan (legalitas) tertentu.
Legitimasi etis-filosofis adalah penyempurnaan akhir berdasarkan kemauan serta kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu pemerintahan mempunyai banyak legitimasi menjadi dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang berpihak dalam kepentingan kepentingan humanisme maka pemerintahan tadi pasti akan dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme konstitusional.
Tindakan berkuasa menurut negara dibenarkan karena negara adalah cita-cita manusia yang membentuknya.
Dalam konteks negara Republik Indonesia, eksistensi negara dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas legitimasi yg kokoh, pada atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat teologis, sosiologis (menerima pengkuan warga ) dan yuridis (berlaku sebagai aturan positif dalam format yuridis ketatanegaraan eksklusif) namun jua etisfilosofis.
Suatu legitimasi bisa mengalami krisis apabila orang atau lembaga yg mempunyai legitimasi tersebut tidak mempunyai kecakapan (skill) yg cukup buat mengelola negara secara keseluruhan. Oleh karena itu legitimasi harus jua diikuti oleh capability serta capacity buat mengimplementasikan acara yg eksklusif menyentuh warga karena dalam dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi yg tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan masyarakat adalah ukuran primer untuk menilai kemampuan legitimasi pemerintahan suatu negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yg sah (legitimated) tidak selalu berbanding lurus menggunakan kecakapan pemerintahannya. Pemerintah yg sah (legitimated government) nir selalu cakap pada mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan menjadi perpanjangan tangan menurut kekuasaan Tuhan yg memerintahkan hambanya agar hayati teratur dalam mengabdi kepada-Nya. Bernegara adalah manifestasi pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya diklaim teokratis. Namun sebenarnya lebih tepat teosentris (berorientasi kepada Tuhan) menjadi wujud bangsa yang religius.
Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”)
Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah memberikan rahmat serta berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi teologis.